Keasyikan Bercerita

Kejadian ini bisa saja dialami sebagian dari kita. Yang ada kesenangan pada dirinya untuk mengungkap apa yang diketahui. Dalam istilah lain senang berbagi. Melalui media lisan, yang bagi sebagian orang sulit memiliki keahlian di bidang satu ini.

Sama dengan hobby yang lain. Kesenangan bercerita ini pun ada dua sisi yang berlainan. Ada positif maupun negatifnya. Tergantung seberapa pandai sang empunya kesenangan mengendalikan diri.

Bila saja kemampuan bercerita ini diimbangi dengan kemampuan mendengar. Maka tentu saja tak masalah seberapa sering ia bercerita. Karena ada waktu yang sama juga ia pergunakan untuk mendengar cerita dari yang lain.

Ada di lain waktu. Orang yang senang bercerita ini memang karena sebuah kebanggan. Kemampuannya mengendalikan diri dan beretorika membuatnya jadi singa podium. Kata-katanya diperhatikan, sehingga mampu mempengaruhi orang lain. Walau kadang karena senangnya menyampaikan sesuatu, ia kadang lupa, sendirinya pun belum melakukan apa yang ia sarankan/ajak pada orang lain.

Di lain cerita, ada saja sebagian orang yang kemampuan berceritanya lebih dominan. Sedangkan di sisi lain kepandaian mendengarnya payah. Sehingga dalam hal ini, ia lebih ingin didengar, tanpa ada keinginan mendengar orang lain. Pada satu titik, ia bisa menjadi orang egois.

Jika saja orang jenis ini tak punya modal yang lain. Misalnya kekayaan, pendidikan, atau keturunan yang dihargai masyarakat lain. Maka niscaya tak banyak orang akan mau dekat-dekat dengannya. Alih-alih mau mendekat, yang ada sekitanya tambah menjauh.

Tapi ajaibnya di zaman ini keadaan kadang suka terbalik. Apalagi kalau orang egois ini dibekali kekayaan yang melimpah. Maka akan mendekatlah orang-orang “berkebutuhan” dari sekitarnya. Mereka yang tak peduli lagi omongan orang. Bisa karena terpaksa, atau memang dasar hatinya yang sudah tak lagi punya harga diri.