Patut Menerka

Di jaman sekarang ini. Atau sebelumnya pun demikian. Kita tentu pernah mengalami peristiwa itu. Mencoba menerka sambil meraba hasil dari rencana.

Dan tentu laku itu adalah sebuah langkah konkret. Untuk berproses mewujudkan impian. Yang dilatarbelakangi oleh berbagai kejadian. Sebagai efek dari penyesuaian terhadap keinginan sesama yang lain.

Anak muda untuk menarik perhatian lawan jenis. Anak kecil untuk menarik perhatian orang tua. Rakyat untuk menarik perhatian pemimpin – – atau sebaliknya. Murid untuk menarik perhatian guru.

Dan lain sebagainya.

Dari semua hal itu, setidaknya terbagi pada dua motivasi. Ada yang menyadari sebagai bukti penghamban pada Tuhan, dan melakukan hanya karenaNYA. Di pihak lain, tentuk kebalikan dari itu.

Atau bahkan sadar pun tidak dengan apa yang dilakukannya.

Kembali ke awal tulisan. Tujuan akhir sebagai sebab melakukan sebuah proses. Tentunya secara sadar kita tahu, belum tentu membentuk sesuai dengan gambar rancangan awal.

Bisa mencapai lebih baik dari rencana semula. Bisa di bawah target. Bisa juga sama atau sebanding dengan impian itu.

Siapa yang memikiki rencana atau impian. Setidaknya kebutuhan dasar hidupnya sudah terpenuhi. Sedangkan kegiatan paling sederhana yang makhluk hidup lakukan, ya untuk agar dirinya bisa hidup. Dan meneruskan keturunan.

Antara manusia dan makhluk hidup yang lain tentu ada pembeda. Karena kita dibekali akal budi. Namun jika yang kita lakukan pun hanya sekedar untuk bisa hidup. Untuk apa gelar khalifah di bumi itu disematkan pada manusia?

Lebih-lebih jika keberadaan manusia bukannya menjaga alam atau memakmurkannya. Justru merusak dan saling tindas dengan sesamanya. Sungguh kondisi seperti ini amatlah ironis. Lantas kapan kita akan bertaubat dari kealfaan itu?