Rasa Penasaran
Sisi baik dan buruk akan tetap diterjemahkan berbeda. Dari setiap apa pun yang kita lihat ada, maupun sebaliknya. Tergantung dari siapa yang sedang membaca? Untuk apa, darimana melihat, kapan memperhatikan, bagaimana cara menganalisa?
Demikian juga halnya dengan satu kata “penasaran” ini. Sesuatu yang sudah ada sebab. Atau sudah membaca berbagai sudut. Di penghujungnya akan selalu ada rasa penasaran terselip: Bagaimana endingnya?
Rasanya tak ada yang salah dengan itu. Sesederhana batu, atau serumit senjata api. Jika digunakan untuk hal yang baik, tentu berbuah kebaikan. Sebaliknya, jika ia difungsikan untuk kejahatan, hasilnya pun tak jauh dari itu.
Rasa penasaran yang begitu tinggi. Akan berbuah penemuan yang memperindah peradaban jika rasa itu timbul pada seorang ilmuwan. Namun jika rasa itu timbul pada para pengekor, dan mudah diombang-ambing informasi yang belum jelas kebenarannya. Tentu hal itu bisa berakibat tak semestinya.
Misalnya: ia dengan mudahnya percaya pada sebuah terawangan tentang dirinya. Bukan hanya percaya tapi sampai meyakini. Bahwa ia hanya akan bisa sukses di umur sekian dan sekian. Betapa akan tergantung ia akan informasi itu.
Bisa jadi tidak akan melakukan apa-apa karena yakin di umur sekian itu ia akan sukses. Namun jika pun ia berusaha keras, kemudia di waktu yany ditentukan ia tidak juga sukses. Maka yang timbul adalah kekecewaan.
Masih akan disebut beruntung jika kerja kerasnya berusaha diimbangi dengan penguatan sisi rohani. Sehingga saat terjadi kegagalan, ia akan mudah bangkit lagi.
Di sinilah pentingnya pemahaman. Bukan hanya pengetahuan. Pemahaman yang dimunculkan dari berbagai sudut premis pengetahuan. Baik sisi jasmani maupun rohaninya. Di mana keseimbangan IQ, EQ, SQ sudah diperolehnya.
Dan dari semua sisi itu jawaban utamanya tak bisa lepas dari keyakinan. Bahwa DIA lah, Tuhan yang berhak menjadi tempat bersandar dan tempat kembali.
nice content!nice history!! boba 😀
nice content!nice history!! boba 😀
wow, amazing