19/02/2025
Diary

Peradaban Baru yang Berkelanjutan

Spread the love

Kamu perhatikan ini. Sekali lagi. Atau bahkan akan kuulangi berkali-kali. Sampai kamu faham maknanya. Lalu jiwa raga tersadarkan saat sesuatu terjadi dalam duniamu.

Tubuh kita tersusun dari informasi yang sama. Diletakkan dalam masing-masing sel dengan fungsi dan peran yang berbeda. Dengan kesadaran tunggal sistem tubuh menjalankan kehidupannya.

Anggap dunia bumi sebagai tubuh itu. Terlihat berbeda-beda unsur pembentuk kehidupannya. Namun penyusunya sebenarnya sama. Namun saat ini, kesadaran bumi belum menyatu dalam tujuan bersama. Setidaknya yang disadari secara kasat mata saat ini.

Buktinya, tiap individu punya ego masing-masing. Tujuan masing-masing. Sekalipun tiap diri berada dalam satu negara yang sama. Atau setidaknya ada dalam satu organisasi perusahaan yang sama – – dalam pekerjaan.

Akibat dari kepentingan sendiri-sendiri. Maka ada kalanya yang satu bertentangam dengan yang lain. Lebih jauhnya saling menghancurkan. Yang kuat akan menindas yang lemah. Agar eksistensi dirinya terpelihara. Walau itu pun dibatasi oleh jatah nyawa.

Itu artinya. Manusia di bumi belum menerapkan hukum keberlanjutan kehidupan. Karena di satu waktu, saling menghancurkan itu akan melenyapkan semuanya. Atau setidaknya menghancurkan sebagian besarnya.

Kalau hancur, alias mati semua, atau sebagian besarnya. Artinya peradaban manusia di zaman ini tidak berkelanjutan.

Kalau tidak berlanjut, maka akan sama seperti peradaban-peradaban sebelumnya. Ya artinya, sistem kehidupannya mandeg. Berulang dari awal ke akhir di siklus itu-itu saja. Sama seperti amoeba yang tak bisa lanjut menjadi makhluk lebih kompleks.

Maka ide yang masuk dalam sadarku: Surga Dunia. Ma’rifatullaah Jiwa-jiwa Sedunia. Dibentuk melalui Saraf Dunia. Dengan “Lillaah” sebagai kunci utamanya. Ini adalah konsep untuk “menyatukan kesadaran” dunia bumi ini. Agar peradaban manusia bisa lanjut ke kehidupan pada tingkat yang lebih tinggi lagi.

Kalau kamu-kamu masih berkutat pada keinginan pribadi. Atau kelompok. Di mana yang satu dan yang lain terus bertentangan. Maka kesempatan untuk tersenyum bersama itu bisa jadi hanya mimpi saja.

Buktinya belum banyak yang mendukung ide ini. Belum banyak artinya sedikit. Sedikit itu pun baru yang aku rasakan. Dari kiasan-kiasan narasi berbagai pihak yang disampaikan melalui media lain.

Dan perasaan itu bisa benar, atau sebaliknya. Dalam artian, yang sedikit itu bisa jadi juga tak ada sama sekali. Atau mungkin juga sudah banyak, walaupun tidak disampaikan secara terbuka.

Entahlah. Padahal aku sudah menyampaikan. Ini bukan tentangku. Ini tentang kita. Karena hanya “kita bersama” yang bisa mewujudkanya. Dan kita bersama pula yang akan menikmatinya. Sebagai warisan yang bisa dinikmati pula untuk anak-cucu kita kelak. Yang bisa membuat leluhur pendahulu kita pun tersenyum bahagia di “sana”.

(Visited 43 times, 1 visits today)
Asep Ma'mun Muhaemin

Asep Ma'mun Muhaemin

Saya membuat situs jurnalismewarga.net ini dengan 1 visi 1 misi : Persatuan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *